Selasa, 17 Oktober 2017

Kimia Medisinal

ANTIHISTAMIN

    Histamin disintesis pada tahun 1907 dan kemudian diisolasi dari jaringan mamalia. Hipotesis-hipotesis awal mengenai kemungkinan peran fisiologik histamin jaringan didasarkan pada kemiripan antara efek histamin yang diberikan secara intravena dan gejala syok anafilaktik dan cedera jaringan. Ditemukan adanya variasi antarspesies yang mencolok, tetapi pada manusia histamin merupakan mediator penting reaksi alergik tipe cepat (misalnya urtikaria) dan peradangan, meskipun perannya dalam anafilaksis tidaklah besar. Histamin berperan penting dalam sekresi asam lambung dan berfungsi sebagai neurotransmiter dan neuromodulator. Bukti-bukti baru menunjukkan bahwa histamin juga berperan dalam fungsi imun dan kemotaksis sel darah putih.

    Histamin ditemukan pada jaringan tanaman dan hewan serta merupakan komponen dalam sebagian bisa dan cairan sengatan. Histamin dibentuk oleh dekarboksilasi asam amino L-histidin, suatu reaksi yang di jaringan mamalia dikatalisis oleh enzim histidin dekarboksilase. Setelah terbentuk, histamin disimpan atau segera diinaktifkan. Sangat sedikit histamin yang diekskresikan tanpa berubah. Jalur metabolik utama mencakup perubahan menjadi N-metilhistamin, asam metilimidazolasetat, dan asam imidazolasetat (imidazoleacetic acid, IAA). Neoplasma tertentu (mastositosis sistemik, urtikaria pigmentosa, karsinoid lambung, dan kadang leukemia mielogenosa) memperlihatkan peningkatan jumlah sel mast atau basofil disertai peningkatan ekskresi histamin dan metabolit-metabolitnya.

Histamin
    Histamin menimbulkan efek biologik melalui ikatan dengan reseptor spesifik di membran permukaan sel. Telah diketahui adanya empat reseptor histamin yang berbeda dan dinamai H1-H4.

Subtipe Reseptor Histamin
1. Antagonis Reseptor H1

    Senyawa-senyawa yang menghambat secara kompetitif histamin atau bekerja sebagai agonis inversa reseptor H1 telah lama digunakan dalam pengobatan penyakit alergi. Antagonis H1 biasanya dibagi menjadi obat generasi pertama dan generasi kedua. Keduanya ini dibedakan oleh efek sedatif yang relatif kuat pada sebagian besar obat generasi pertama. Obat generasi pertama juga lebih besar kemungkinannya menghambat reseptor autonom. Penghambat H1 generasi kedua kurang sedatif, sebagian karena distribusinya yang lebih sedikit di susunan saraf pusat.

Hubungan struktur dan aktivitas antagonis H1
  1. Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
  2. Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
  3. Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
  4. Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
  5. Factor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
  6. Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama
1. Turunan Eter Amino Alkil 



Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)
Hubungan struktur dan aktivitas
  1. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
  2. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
  3. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol
  1. Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
  2. Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
  3. Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
  4. Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
  5. Pipirinhidrinat
2.  Turunan Etilendiamin



     Rumus umum : Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2  Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin

  1. Tripelnamain HCl, mempunyai efek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
  2. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
  3. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.
3. Turunan Alkil Amin

Turunan Alkil Amin Jenuh
Turunan Alkil Amin Tidak Jenuh


     Rumus umum : Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2 Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.
Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin

  1. Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
  2. CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
  3. Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.
4. Turunan Piperazin



   Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relatif panjang.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin
  1. Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
  2. Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
  3. Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi aleghi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.
5. Turunan Fenotiazin



   Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedatif.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin
  1. Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
  2. Metdilazin
  3. Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
  4. Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
  5. Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan. 

  
Beberapa Obat Antihistamin H1

2. Antagonis Reseptor H2

    Pengembangan antagonis reseptor H2 didasarkan pada pengamatan bahwa antagonis H1 tidak berefek pada peningkatan sekresi asam lambung yang disebabkan oleh histamin. Manipulasi molekular molekul histamin menghasilkan obat-obat yang menghambat sekresi asam dan tidak memperlihatkan efek agonis atau antagonis terhadap H1. Seperti reseptor histamin lainnya, reseptor H2 memperlihatkan aktivitas konstitutif, dan sebagian penghambat H2 adalah agonis inversa.

Hubungan struktur dan aktivitas

a. Modifikasi pada cincin

    Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; ‘N-H dan “N-H. bentuk ‘N-H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis Hdan mempunyai aktifitas 5 kali lebih kuat daripada “N-H

b. Modifikasi pada rntai samping

    Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2, sedangkan penambahan panjang pada metilen dapt meningkatkan antagonis H2. Pengantian 1 gugus metilen pada rantai samping dengan isosteriktioeter maka dapat meningkatkan aktivitas antagonis.

c. Modifikasi pada gugus N

    Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang bersifat basa kuat maka akan menghasilkan efek antagonis H2 lemah dan masih bersifat parsial agonis. Penggantian gugus guanidine yang bermuatan positif dengan gugus tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar serta maih membentuk ikatan hydrogen maka akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek antagonis h2 100 x lebih kuat dibanding “N-H.

3. Antagonis Reseptor H3 & H4

      Meskipun saat ini belum tersedia ligan H3 atau H4 selektif untuk pemakaian klinis, minat terhadap potensi terapeutik keduanya sangat besar. Ligan selektif-H3 mungkin berguna dalam gangguan tidur, narkolepsi, obesitas, serta gangguan kognitif dan psikiatrik. Karena homologi antara reseptor H3 dan H4, banyak ligan H3 juga memiliki afinitas terhadap reseptor H4.


Daftar Pustaka

Katzung, B. G., S. B. Masters, dan A. J. Trevor. 2013. Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 12 Volume 1,           Jakarta, EGC.

Siswanto. 2000. Kimia Medisinal Jilid 2, Jakarta, Airlangga.

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan histamin dapat berfungsi sebagai neurotransmiter dan neuromodulator?
2. Obat apa sajakah yang bekerja pada reseptor  H2, H3 dan H4?
3. Apa efek samping yang akan terjadi apabila mengkonsumsi obat antihistamin baik yang bekerja pada                reseptor H1, H2, H3 maupun H4?
4. Apakah obat antihistamin memiliki first line drug?
5. Apakah yang dimaksud dengan reseptor H3 homologi dengan reseptor H4?

31 komentar:

  1. 2.
    obat antagonis H1: desloratadin dan levocetirizin
    Obat antagonis H2: cimetidine, ranitidine, famotidine
    Obat antagonis H3: Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan
    Obat antagonis H4: Thioperamide

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagai info, obat AH3 dan AH4 belum tersedia dalam penggunaan klinis. Obat-obat ini masih dalam tahap eksperimental

      Hapus
    2. Sebagai info, obat AH3 dan AH4 belum tersedia dalam penggunaan klinis. Obat-obat ini masih dalam tahap eksperimental

      Hapus
  2. no 2.
    H2: Cimetidine, Famotidine, Lafutidine, Nizatidine, Ranitidine, Roxatidine
    H3: A-349,821, ABT-239, Ciproxifan, Clobenpropit, Conessine, Thioperamide
    H4: Thioperamide

    BalasHapus
    Balasan
    1. selain itu, obat yang bekerja pada h3 yaitu lodoproxyfan

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. No 5. Aktivasi reseptor H3 dan H4 sama-sama dapat menyebabkan terjadinya influks Ca2+ ke dalam sel ehingga menurunkan histamin, H3 dan H4 juga dapat menginhibisi cAMP.Selain itu H3 dan H4 melibatkan G Protein yang sama yaitu Gi/o.

    BalasHapus
  5. 1. Histamin dilepaskan sebagai neurotransmitter. Sel tubuh dari histaminergics, neuron yang melepaskan histamin, ditemukan di posterior hipotalamus , dalam berbagai inti tuberomammillary .Pada kadar normal, histamin merupakan neurotransmiter yang diproduksi tubuh pada keadaan reaksi alergi, di mana gejala yang paling nyata adalah adanya iritasi pada kulit, hidung, tenggorokan, dan paru – paru (gatal, kemerahan, bengkak, batuk) sebagai respon dari berbagai macam alergen ; gigitan serangga ; bahan – bahan oles yang menimbulkan iritasi ; debu ; dan makanan.

    Namun saya belum mengetahui maksud histamin sebagai modulator, apakah ada teman-teman yang bisa membantu? Trimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Neuromodulator histamin dilepaskan di otak selama periode terjaga. Fungsinya yaitu untuk membatasi aktivitas histaminergik yang luas terhadap sistem saraf. Jadi bisa dikatakan untuk membatasi pelepasan histamin yang berlebihan didalam tubuh.

      Hapus
  6. 3. Aktivasi H1 menyebabkan frekuensi denyut jantung meningkat
    Aktivasi H2 menyebabkan aritmia pada dosis tinggi

    BalasHapus
  7. 4. Antihistamin yang saat ini menjadi perhatian para klinisi dan lebih mulai dipertimbangkan dalam penggnaan klinis adalah Cetirizine yang merupakan antihistamin yang sangat kuat dan spesifik. Cetirizine merupakan antagonis reseptor histamin-1(H1) generasi kedua yang aman digunakan pada terapi alergi. Selain mempunyai efek antihistamin, cetirizine juga mempunyai efek antiinflamasi. Efek antiinflamasi cetirizine terutama ditunjukkan melalui penghambatan kemotaksis sel inflamasi. Efek antiinflamasi cetirizine juga tercapai melalui penghambatan ekspresi molekul adhesi yang berperan dalam proses penarikan sel inflamasi

    BalasHapus
  8. Pertanyaan no.5
    Sebagai Neuromodulator merupakan messenger kimiawi yang tidak bekerja langsung pada sinaps namun memodifikasi sensitifitas neuron terhadap rangsangan atau hambatan sinaps

    BalasHapus
  9. saya akan mencoba menjawab no 2
    reseptor h2 obatnya: cimetidine, ranitidine, famotidine
    reseptor h3 obatnya : Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan
    reseptor h4 obatnya adalah : Thioperamide, JNJ 7777120

    maaf jika ada kesalahan

    BalasHapus
  10. pertanyaan no 2
    Obat antagonis H2: cimetidine, ranitidine, famotidine
    Obat antagonis H3: Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan
    Obat antagonis H4: Thioperamide

    BalasHapus
  11. no. 5,homolog adalah suatu golongan/kelompok senyawa reseptor H3 dan H4 dengan rumus umum yang sama, mempunyai sifat yang mirip dan antar suku-suku berturutannya mempunyai beda CH2 atau dengan kata lain merupakan rantai terbuka tanpa cabang atau dengan cabang yang nomor cabangnya sama

    BalasHapus
  12. menurut saya obat yang di dahulukan atau yang di sarankan yaitu cetirizin karna Cetirizine merupakan antagonis reseptor histamin-1(H1) generasi kedua yang aman digunakan pada terapi alergi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan jawaban kak balqis, generasi kedua juga efek sedasinya berkurang daripada generasi pertama

      Hapus
    2. saya setuju, tetapi dilihat juga dari fisiologis dan kebutuhan pasien, jika pasien dihapkan dapat beristirahat dan tidur nyenyak, lebih disarankan penggunaan CTM karena selain efek pada terapi alergi, obat ini memiliki efek sedasi atau menyebabkan kentuk sehingga cocok digunakan untuk pasien yang lebih membutuhkan istirahat

      Hapus
  13. nomor 4 yaitu Antihistamin (Antagonis Histamin) H-1 merupakan inhibitor kompetitif dan reversibel pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi.

    BalasHapus
  14. Contoh obat AH2: cimetidine, ranitidine, famotidine
    Obat AH3: Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan
    Obat AH4: Thioperamide

    BalasHapus
  15. 4, first line antihistamin yaitu tergantung gejala yang diderita jika alergi , lini pertamanya menggunakan obat golongan AH1 yaitu cetirizine biasanya
    jika berkaitan dengan lambung gunakan gol AH2 yaitu ranitidin

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya saya setuju dengan kak amelia, tergantung dengan gejala yang di derita agar dapat menggunakan obat yang sesuai

      Hapus
  16. no 2
    H1: levocetirizin
    H2: ranitidine
    H3: lodoproxyfan
    H4: Thioperamide

    BalasHapus
  17. No 2
    H2: simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
    H3: ciproxifan, dan clobenpropit.
    H4: Prometazina, cromoglicate dan nedocromil.

    BalasHapus
  18. untuk jawaban nomor 2.
    antagonis H2: cimetidine, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
    antagonis H3: ciproxifan, Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan
    antagonis H4: Thioperamide, Prometazina, cromoglicate dan nedocromil.

    BalasHapus
  19. 3. Aktivasi H1 menyebabkan frekuensi denyut jantung meningkat
    Aktivasi H2 menyebabkan aritmia pada dosis tinggi

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan kak oktaria. selain itu pada h1 didapati juga efek mengantuk

      Hapus
  20. 2. a. Reseptor H2

    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung

    Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.

    Obat antagonis H2: cimetidine, ranitidine, famotidine
    b. Reseptor H3

    Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.

    Tidak seperti antagonis H1 yang menimbulkan efek sedatif, antagonis H3 menyebabkan efek stimulant dan nootropic dan sedang diteliti sebagai obat Alzheimer

    Obat: Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan

    c. Reseptor H4

    Dijumpai pada sel-sel inflammatory (eusinofil, neutrofil, mononukleosit). diduga terlibat dalam alergi bersinergi dengan reseptor H1

    Masih merupakan target baru obat anti inflamasi alergi karena dengan penghambatan reseptor H4 maka dapat mengobati alergi dan asma (sama dengan reseptor H1)

    Obat: Thioperamide, JNJ 7777120

    BalasHapus
  21. Pertanyaan no.4
    Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.

    BalasHapus
  22. saya akan mencoba menjawab soal no. 2
    Antagonis-H1 generasi pertama
    1. Turunan eter aminoalkil
    - Difenhidramin HCI
    - Dimenhidrinat
    - Karbinoksamin maleat
    - Korfenoksamin HCl
    - Klemastin fumarat
    - Piprinhidrinat

    2. Turunan etilendiamin
    - Tripelenamin HCI,
    - Antazolin HCl
    - Mebhidrolin nafadisilat

    3. Turunan alkilamin
    - Feniramin maleat
    - Klorfeniramin maleat
    - Dimetinden maleat

    4. Turunan piperazin
    - Homoklorsiklizin
    - Hidroksizin HCl
    - Oksatomid

    5. Turunan fenotiazin
    - Prometazin HCl
    - Metdilazin HCl
    - Mekuitazin
    - Oksomemazin
    - Isotipendil HCl
    - Pizotifen hidrogen fumarat

    6. Turunan lain-lain
    - Siproheptadin HCl
    - Azatadin maleat

    Antagonis-H1 generasi kedua
    1. Terfenadin
    2. Akrivastin
    3. Astemizol
    4. Loratadin
    5. Setirizin

    Antagonis H2
    1. simetidin
    2. ranitidin HCl
    3. Famotidin
    4. roksatidin asetat HCl
    5. nizatidin

    Antagonis H-3
    1. Imetit
    2. Immepip
    3. clobenpropit
    4. lodoproxyfan

    Antagonis H4
    1. Thioperamide

    BalasHapus
  23. Pertanyaan nomor 2
    a. Reseptor H2

    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung

    Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.

    Obat antagonis H2: cimetidine, ranitidine, famotidine
    b. Reseptor H3

    Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.

    Tidak seperti antagonis H1 yang menimbulkan efek sedatif, antagonis H3 menyebabkan efek stimulant dan nootropic dan sedang diteliti sebagai obat Alzheimer

    Obat: Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan

    c. Reseptor H4

    Dijumpai pada sel-sel inflammatory (eusinofil, neutrofil, mononukleosit). diduga terlibat dalam alergi bersinergi dengan reseptor H1

    BalasHapus