Selasa, 17 Oktober 2017

Kimia Medisinal

FARMAKOFOR

    Konsep asli farmakofor dikembangkan oleh Paul Ehrlich pada akhir 1800-an. Pada saat itu pemahamannya adalah bahwa kelompok kimia tertentu atau fungsi dalam molekul bertanggung jawab atas efek biologis, dan molekulnya serupa. Lalu kata farmakofor banyak ditemukan, salah satunya oleh Schueler dalam bukunya Chemobiodynamics and Drug Design tahun 1960 dan didefinisikan sebagai kerangka molekul yang membawa (phoros) fitur penting (pharmacon) yang bertanggung jawab atas aktivitas biologis obat tersebut.

          Farmakofor adalah kombinasi dai sifat sterik, elektrostatik dan hidrofobik yang penting untuk interaksi optimal supramolekul dengan reseptor biologi untuk memodulasi atau menghambat efek biologis. Adapun fungsi dari farmakofor adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui gugus penting yang berikatan dengan reseptor
2. Mengetahui posisi 3 dimensi dari suatu molekul
3. Mengetahui konformasi aktif/yang diinginkan
4. Sebagai dasar untuk merancang/design obat
5. Sebagai dasar untuk menemukan obat baru

       Pada interaksi obat dengan reseptor, senyawa dapat menggabungkan beberapa ikatan yang lemah, seperti ikatan hidrogen, ion, ion-dipol, dipol-dipol, transfer muatan, hidrofob dan ikatan van der Waal's, sehingga secara total menghasilkan ikatan yang cukup kuat dan stabil. Untuk suatu tujuan tertentu, misal diinginkan efek berlangsung lama dan ireversibel, seperti pada obat antibakteri dan antikanker, diperlukan ikatan yang lebih kuat, yaitu ikatan kovalen.

Daftar Pustaka

Http://www-oc.chemie.uni-regensburg.de/OCP/ch/chv/oc22/script/glossar/Pharmacophore.pdf
Siswando dan B. Soekardjo. 2011. Kimia Medisinal Edisi 2 Cetakan 2, Surabaya, Airlangga University         Press.
Qing, X., X. Y. Lee, J. D. Raeymaeker, J. R. H. Tame, K. Y. J. Zhang, M. D. Maeyer, and A. R. D. Voet.     2014. Pharmacophore Modeling: Advances, Limitations, and Current Utility in Drug Discovery. Journal       of Receptor, Ligand and Channel Research. 7: 81-89.

Pertanyaan

1. Apa sajakah metode yang dapat digunakan untuk identifikasi farmakofor?
2. Apa maksud dari sifat sterik, elektrostatik dan hidrofobik?
3. Apa yang dimaksud denga  ikatan hidrogen, ion, ion-dipol, dipol-dipol, transfer muatan, hidrofob dan             ikatan van der Wall's?
4. Apa perbedaan dari ikatan hidrogen, ion dan juga van der Wall's?
5. Apa yang dimaksud dengan efek ireversibel?



Kimia Medisinal

ANTIHISTAMIN

    Histamin disintesis pada tahun 1907 dan kemudian diisolasi dari jaringan mamalia. Hipotesis-hipotesis awal mengenai kemungkinan peran fisiologik histamin jaringan didasarkan pada kemiripan antara efek histamin yang diberikan secara intravena dan gejala syok anafilaktik dan cedera jaringan. Ditemukan adanya variasi antarspesies yang mencolok, tetapi pada manusia histamin merupakan mediator penting reaksi alergik tipe cepat (misalnya urtikaria) dan peradangan, meskipun perannya dalam anafilaksis tidaklah besar. Histamin berperan penting dalam sekresi asam lambung dan berfungsi sebagai neurotransmiter dan neuromodulator. Bukti-bukti baru menunjukkan bahwa histamin juga berperan dalam fungsi imun dan kemotaksis sel darah putih.

    Histamin ditemukan pada jaringan tanaman dan hewan serta merupakan komponen dalam sebagian bisa dan cairan sengatan. Histamin dibentuk oleh dekarboksilasi asam amino L-histidin, suatu reaksi yang di jaringan mamalia dikatalisis oleh enzim histidin dekarboksilase. Setelah terbentuk, histamin disimpan atau segera diinaktifkan. Sangat sedikit histamin yang diekskresikan tanpa berubah. Jalur metabolik utama mencakup perubahan menjadi N-metilhistamin, asam metilimidazolasetat, dan asam imidazolasetat (imidazoleacetic acid, IAA). Neoplasma tertentu (mastositosis sistemik, urtikaria pigmentosa, karsinoid lambung, dan kadang leukemia mielogenosa) memperlihatkan peningkatan jumlah sel mast atau basofil disertai peningkatan ekskresi histamin dan metabolit-metabolitnya.

Histamin
    Histamin menimbulkan efek biologik melalui ikatan dengan reseptor spesifik di membran permukaan sel. Telah diketahui adanya empat reseptor histamin yang berbeda dan dinamai H1-H4.

Subtipe Reseptor Histamin
1. Antagonis Reseptor H1

    Senyawa-senyawa yang menghambat secara kompetitif histamin atau bekerja sebagai agonis inversa reseptor H1 telah lama digunakan dalam pengobatan penyakit alergi. Antagonis H1 biasanya dibagi menjadi obat generasi pertama dan generasi kedua. Keduanya ini dibedakan oleh efek sedatif yang relatif kuat pada sebagian besar obat generasi pertama. Obat generasi pertama juga lebih besar kemungkinannya menghambat reseptor autonom. Penghambat H1 generasi kedua kurang sedatif, sebagian karena distribusinya yang lebih sedikit di susunan saraf pusat.

Hubungan struktur dan aktivitas antagonis H1
  1. Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
  2. Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
  3. Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
  4. Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
  5. Factor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
  6. Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama
1. Turunan Eter Amino Alkil 



Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)
Hubungan struktur dan aktivitas
  1. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
  2. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
  3. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol
  1. Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
  2. Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
  3. Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
  4. Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
  5. Pipirinhidrinat
2.  Turunan Etilendiamin



     Rumus umum : Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2  Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin

  1. Tripelnamain HCl, mempunyai efek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
  2. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
  3. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.
3. Turunan Alkil Amin

Turunan Alkil Amin Jenuh
Turunan Alkil Amin Tidak Jenuh


     Rumus umum : Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2 Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.
Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin

  1. Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
  2. CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
  3. Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.
4. Turunan Piperazin



   Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relatif panjang.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin
  1. Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
  2. Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
  3. Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi aleghi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.
5. Turunan Fenotiazin



   Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedatif.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin
  1. Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
  2. Metdilazin
  3. Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
  4. Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
  5. Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan. 

  
Beberapa Obat Antihistamin H1

2. Antagonis Reseptor H2

    Pengembangan antagonis reseptor H2 didasarkan pada pengamatan bahwa antagonis H1 tidak berefek pada peningkatan sekresi asam lambung yang disebabkan oleh histamin. Manipulasi molekular molekul histamin menghasilkan obat-obat yang menghambat sekresi asam dan tidak memperlihatkan efek agonis atau antagonis terhadap H1. Seperti reseptor histamin lainnya, reseptor H2 memperlihatkan aktivitas konstitutif, dan sebagian penghambat H2 adalah agonis inversa.

Hubungan struktur dan aktivitas

a. Modifikasi pada cincin

    Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; ‘N-H dan “N-H. bentuk ‘N-H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis Hdan mempunyai aktifitas 5 kali lebih kuat daripada “N-H

b. Modifikasi pada rntai samping

    Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2, sedangkan penambahan panjang pada metilen dapt meningkatkan antagonis H2. Pengantian 1 gugus metilen pada rantai samping dengan isosteriktioeter maka dapat meningkatkan aktivitas antagonis.

c. Modifikasi pada gugus N

    Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang bersifat basa kuat maka akan menghasilkan efek antagonis H2 lemah dan masih bersifat parsial agonis. Penggantian gugus guanidine yang bermuatan positif dengan gugus tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar serta maih membentuk ikatan hydrogen maka akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek antagonis h2 100 x lebih kuat dibanding “N-H.

3. Antagonis Reseptor H3 & H4

      Meskipun saat ini belum tersedia ligan H3 atau H4 selektif untuk pemakaian klinis, minat terhadap potensi terapeutik keduanya sangat besar. Ligan selektif-H3 mungkin berguna dalam gangguan tidur, narkolepsi, obesitas, serta gangguan kognitif dan psikiatrik. Karena homologi antara reseptor H3 dan H4, banyak ligan H3 juga memiliki afinitas terhadap reseptor H4.


Daftar Pustaka

Katzung, B. G., S. B. Masters, dan A. J. Trevor. 2013. Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 12 Volume 1,           Jakarta, EGC.

Siswanto. 2000. Kimia Medisinal Jilid 2, Jakarta, Airlangga.

Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan histamin dapat berfungsi sebagai neurotransmiter dan neuromodulator?
2. Obat apa sajakah yang bekerja pada reseptor  H2, H3 dan H4?
3. Apa efek samping yang akan terjadi apabila mengkonsumsi obat antihistamin baik yang bekerja pada                reseptor H1, H2, H3 maupun H4?
4. Apakah obat antihistamin memiliki first line drug?
5. Apakah yang dimaksud dengan reseptor H3 homologi dengan reseptor H4?

Rabu, 11 Oktober 2017

Kimia Medisinal

IKATAN OBAT PADA RESEPTOR

Gaya Intermolekular

       Molekul-molekul obat dilingkungan sekitar reseptor pada mulanya ditarik oleh gaya elektrostatik yang mempunyai kisaran relatif panjang. Selanjutnya, bila molekul mempunyai bentuk yang sesuai untuk menempati tempat ikatan pada reseptor, ikatan hidrogen dan gaya van der Waals segera mengikat obat pada reseptor. Antagonis ireversibel terikat pada reseptor dengan ikatan kovalen yang kuat.

Afinitas

        Afinitas adalah ukuran seberapa kuat suatu obat berikatan dengan reseptornya. Afinitas ditandai dengan konstanta disosiasi keseimbangan (KD), yang merupakan rasio konstanta kecepatan untuk reaksi balik (K-1) dan reaksi maju (K+1) antara obat dan reseptor. Kebalikan dari KD disebut konstanta afinitas (KA), dan (pada keadaan tidak adanya simpanan reseptor) adalah konsentrasi obat yang menghasilkan 50% respons maksimum.

Antagonis

       Sebagian besar antagonis adalah obat-obat yang berikatan dengan reseptor tetapi tidak mengaktivasinya. Antagonis bisa bersifat kompetitif atau ireversibel. Tipe lain antagonis jarang ditemukan.

Simpanan Reseptor

       Pada beberapa jaringan (misalnya otot polos), antagonis ireversibel pada awalnya menggeser kurva log dosis-respon ke kanan tanpa mengurangi respons maksimum, menunjukkan bahwa respons maksimum dapat dicapai walaupun agonis tidak menempati semua reseptor. Reseptor yang berlebih kadang-kadang disebut reseptor "cadangan", namun istilah ini menyesatkan karena reseptor-reseptor ini mempunyai manfaat fungsional. Reseptor-reseptor ini meningkatkan sensitivitas maupun kecepatan sistem karena konsentrasi kompleks obat-reseptor (dan juga respon) tergantung pada produk konsentrasi agonis dan konsentrasi reseptor total.

Agonis Parsial

       Agonis ini tidak dapat menimbulkan respon maksimal yang sama seperti agonis "penuh". Alasan untuk hal tersebut tidak diketahui. Ada pendapat yang menyatakan bahwa agonisme tergantung pada afinitas kompleks obat-reseptor terhadap molekul transduser. Agonis bawah menghasilkan suatu kompleks dengan afinitas tinggi terhadap transduser, sementara kompleks agonisparsial-reseptor mempunyai afinitas lebih rendah terhadap transduser sehingga tidak dapat menimbulkan respons penuh.

Efikasi Intrinsik

       Efikasi merupakan kemampuan agonis untuk mengubah konformasi reseptor dengan cara yang dapat menimbulkan respons dalam sistem. Hal ini didefinisikan sebagai afinitas kompleks agonis-reseptor terhadap transduser.

Bioassay

       Bioassay melibatkan penggunaan jaringan biologis untuk mendapatkan hubungan antara konsentrasi obat dengan respons fisiologis. Biasanya digunakan jaringan yang sudah diisolasi karena lebih mudah untuk memantau konsentrasi obat di sekitar jaringan dan respons refleks ditiadakan. Akan tetapi bioassay kadang-kadang melibatkan keseluruhan tubuh hewan, dan pada uji klinis digunakan prinsip-prinsip yang sama.

Binding Assay

       Binding assay merupakan cara yang sederhana dan sangat mudah diterima. Fragmen-fragmen membran dari jaringan yang sudah dihomogenisasi, diinkubasi dengan obat yang sudah diberi label radioaktif (biasanya 3H) dan kemudian dipulihkan melalui filtrasi. Setelah koreksi untuk ikatan nonspesifik, obat berlebel  3H yang terikat pada reseptor dapat ditentukan dan dibuat perkiraan KA dan Bmaks (jumlah tempat ikatan). Binding assay digunakan secara luas untuk mempelajari reseptor obat namun memiliki kelemahan tidak dapat mengukur respons fungsional, dan seringkali obat yang diberi label radioaktif tidak berikatan dengan satu kelas reseptor tunggal.

Lokalisasi Reseptor

       Distribusi reseptor, misalnya pada bagian otak, dapat dipelajari menggunakan autoradiografi. Pada manusia, obat-obat pengemisi positron kadang-kadang dapat digunakan untuk mendapatkan citra (pemindaian tomografi emisi positron [PET-Positron Emission Tomography] yang menunjukkan lokasi dan densitas reseptor, misalnya reseptor dopamin di otak.

Takifilaksis, Desensitisasi, Toleransi, dan Resistensi Obat

       Suatu obat diberikan secara berulang, efek obat tersebut seringkali menurun seiring dengan waktu. Jika penurunan efek terjadi dengan cepat (dalam beberapa menit), hal ini disebut takifilaksis atau desensitisasi. Toleransi menunjukkan penurunan respons yang lebih lambat (dalam beberapa hari atau minggu). Resistensi obat merupakan istilah yang digunakan pada menghilangnya efek obat-obat kemoterapi putih, misalnya antimalaria. Toleransi dapat melibatkan peningkatan metabolisme obat, misalnya etanol, barbiturat, atau mekanisme homeostatik (biasanya tidak dimengerti) yang secara bertahap mengurangi efek suatu obat, misalnya morfin. Perubahan pada reseptor dapat menyebabkan desensitisasi, misalnya suksametonium. Suatu penurunan jumlah reseptor (regulasi menurun) dapat menyebabkan toleransi, misalnya insulin.

Daftar Pustaka

Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima, Jakarta, Erlangga.

Pertanyaan

1. Selain antagonis kompetitif dan ireversibel, masih terdapat antagonis tipe apa sajakah?
2. Bioassay dapat digunakan untuk memperkirakan apa sajakah?
3. Apa yang dimaksud dengan transduser?
4. Apakah yang dimaksud dengan gaya elektrostatik?
5. Mengapa penurunan jumlah reseptor dapat menyebabkan toleransi?

Selasa, 10 Oktober 2017

Kimia Medisinal

OXAMNIQUINE

       Oxamniquine merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Schistosomiasis (Bilharzia). Berdasarkan penyakit yang disebabkan oleh parasit ini, penyakit ini merupakan penyakit yang paling banyak diderita kedua di dunia setelah malaria. Diperkirakan sekitar 500 ribu orang meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya. Infeksi pada saluran kemih bisa menyebabkan kanker kandung kemih, lalu apabila terinfeksi pada usus dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Penyakit ini disebabkan oleh cacing kecil yang disebut schistosomes yang dapat hidup di air. Parasit ini dapat dengan cepat menembus kulit manusia dalam bentuk larva dan begitu masuk ke dalam aliran darah manusia akan berubah menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa betina menghasilkan telur dan akan terjebak pada jaringan atau organ manusia sehingga menyebabkan inflamasi yang berlangsung lama. Ada 3 spesies dari cacing ini, yaitu S. mansoni, S. haematobium dan S. japonicum.

       Pada awal 1960-an satu-satunya obat yang tersedia adalah lucanthone trisiklik dan antimonial seperti stibocaptate. Namun kedua obat ini memiliki efek samping yang cukup besar. Pada tahun 1964, Pfizer memprakarsai sebuah proyek yang bertujuan untuk mengembangkan obat baru bagi penyakit schistosomiasis, lalu ditemukanlah obat oxamniquine.


Stibocaptate

       Oxamniquine sekarang diketahui menghambat sintesis asam nukleat di sel skistosomal. Mekanisme aksinya diduga melibatkan aktivasi enzim sulphotransferase yang ada pada sel parasit. Setelah oxamniquine terikat pada site aktif dari enzim schistosomal gugus hidroksil dirubah menjadi ester sulfat. Dimana struktur akhir yang terbentuk adalah sebuah zat alkilasi yang akan mengalkilasi DNA parasit dan mencegah replikasi DNA parasit.

Binding Site of Oxamniquine

Mechanism Action of Oxamniquine
       Salah satu metode untuk mensintesis oxamniquine adalah dimulai dari struktur kuinolin (I). Substituen metil pada cincin heterosiklik secara selekif diklorinasi dan alkil klorida (II) mengalami substitusi nukleofilik dengan 2-aminopropana untuk membentuk struktur III. Reduksi dengan gas hidrogen menggunakan katalis nikel membentuk tetrahydroquinoline (IV), dimana nitrat untuk memberi campuran isomer. Ini terpisah dan isomer yang diinginkan kemudian mengalami hidroksilasi dengan adanya jamur Aspergillus sclerotiorum. Enzim mikroba mengkatalis reaksi oksidasi.

Syntesis of Oxamniquine
Daftar Pustaka

Patrick, G. L. 2013. An Introduction to Medicinal Chemistry Fifth Edition, UK, Oxford University                      Press.

Pertanyaan

1. Apa saja efek samping yang ditimbulkan oleh lucanthone dan stibocaptate serta oxamniquine?
2. Dalam bentuk sediaan apa sajakah oxamniquine tersedia?
3. Apakah oxamniquine dapat berinteraksi dengan obat lain di dalam tubuh manusia? Jikalau ada sebutkan         contohnya.
4. Bagaimana bioavailabilitas dari oxamniquine?
5. Dimanakah oxamniquine dimetabolisme?

Senin, 09 Oktober 2017

Kimia Medisinal

ANALGETIK

      Analgesik, baik nonnarkotik maupun narkotik, diresepkan untuk meredakan nyeri; pilihan obat tergantung dari beratnya nyeri. Nyeri yang ringan sampai sedang dari otot rangka dan sendi seringkali diredakan dengan pemakaian analgesik nonnarkotik. Nyeri yang sedang sampai berat pada otot polos, organ, dan tulang biasanya membutuhkan analgesik narkotik.

Ada 5 klasifikasi dan jenis nyeri:
1. Nyeri akut yang dapat ringan, sedang, atau berat,
2. Nyeri kronik,
3. Nyeri superfisial,
4. Nyeri somatik (tulang, otot rangka, dan sendi), dan
5. Nyeri viseral, atau nyeri dalam.

Jenis-Jenis Nyeri
A. Analgesik Nonnarkotik

            Analgesik nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan analgetik narkotik. Obat-obat ini digunakan untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas. Obat-obat ini efektif untuk nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada inflamasi, abrasi minor, nyeri otot, dan arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan dari analgesik menurunkan suhu tubuh yang meningkat, sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgesik seperti aspirin mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan.

Analgesik Nonnarkotik

B. Analgesik Narkotik

         Analgesik narkotik, disebut juga agonis narkotik, diresepkan untuk mengatasi nyeri yang sedang sampai berat. Di Amerika Serikat, Undang-Undang Narkotik Harrison tahun 1914, menyatakan bahwa semua opium harus dijual dengan resep dan tidak dapat lagi dibeli tanpa resep. Undang-Undang Substansi yang dikontrol tahun 1970 mengklasifikasikan obat-obat yang dapat menimbulkan adiksi kedalam lima kategori berdasarkan potensinya untuk penyalahgunaan.

Kategori Senyawa-Senyawa Yang Dikontrol

         Pada tahun 1803, seorang ahli Farmasi Jerman mengisolasi morfin dari opium. Kodein merupakan obat lain yang dihasilkan dari opium. Dalam 40 tahun terakhir ini, banyak narkotik sintetis dan semisintetis yang telah dikembangkan, dengan sekitar 20 narkotik telah dipasarkan untuk pemakaian klinis. 
     
     Analgesik narkotik (narkotik) bekerja terutama pada sistem saraf pusat, sedangkan analgesik nonnarkotik (analgesik) bekerja pada sistem saraf tepi pada tempat reseptor nyeri. Narkotik tidak hanya menekan rangsag nyeri tetapi juga menekan pernapasan dan batuk dengan bekerja pada pusat pernapasan dan batuk pada medulla di batang otak. Salah satu contoh dari narkotik adalah morfin, yang merupakan analgesik kuat yang dapat dengan cepat menekan pernapasan. Kodein tidak sekuat morfin, tetapi dapat meredakan nyeri yang ringan sampai sedang dan menekan batuk. Kodein juga dapat diklasifikasikan sebagai penekan batuk (antitusif). Banyak narkotik mempunyai efek antitusif dan antidiare, selain dari kemampuannya meredakan nyeri.

Analgesik Narkotik
Daftar Pustaka

Kee, J. L. dan R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta: EGC.

Pertanyaan

1. Apakah aspirin mengalama first pass effect metabolism?
2. Apakah efek samping dari penggunaan analgetik nonnarkotik maupun narkotik?
3. Apakah analgetik narkotik morfin tersedia dalam bentuk sediaan oral?
4. Dimanakah aspirin di metabolisme?
5. Bagaimana bioavailabilitas dari morfin?

Jumat, 06 Oktober 2017

Kimia Medisinal

FENOTIAZIN (PROKLORPERAZIN)

       Fenotiazin merupakan golongan obat antipsikotik. Fenotiazin dibagi ke dalam tiga kelompok: alifatik, piperazin, dan piperadin, yang perbedaan utamanya terutama pada efek sampingnya. Fenotiazin alifatik menghasilkan efek sedatif yang kuat, menurunkan tekanan darah, dan mungkin menimbulkan gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS = Extrapyramidal Symptoms). Fenotiazin piperazin menghasilkan efek sedatif yang sedang, efek antiemetik yang kuat, dan beberapa menurunkan tekanan darah. Obat-obat ini juga menyebabkan timbulnya lebih banyak gejala-gejala ekstrapiramidal dari pada fenotiazin yang lain. Fenotiazin piperadin mempunyai efek sedatif yang kuat, menimbulkan sedikit gejala-gejala ekstrapiramidal, dapat menurunkan tekanan darah, dan tidak mempunyai efek antiemetik.

Efek-Efek Fenotiazin

       Proklorperazin merupakan obat yang termasuk ke dalam kelompok piperazin. Proklorperazin sendiri digunakan sebagai obat mual dan muntah serta obat psikotik. Mekanisme kerja dari proklorperazin sebagai antimual dan muntah adalah memblock reseptor dopamine di otak; efek antidopaminergik dan memblock saraf vagus pada saluran pencernaan. Sedangkan mekanisme kerja proklorperazin sebagai obat antipsikotik adalah memblock reseptor dopamin mesolimbik dan memblock reseptor alfa-adrenergik (D1 dan D2) di otak. Bioavailabilitas dari proklorperazin adalah 12,5%. Melalui blockade pada reseptor dopamin di otak memungkinkan sekresi neurotransmitter dopamin dapat ditekan sehingga akan mengurangi mual dan muntah serta efek psikotik.

Daftar Pustaka

Kee, J. L. dan E. R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta, EGC.
Medscape Application

Pertanyaan

1. Berapa lama onset Proklorperazin apabila digunakan secara oral?
2. Melalui apa Proklorperazin di ekskresikan secara utama?
3. Berapa lama Half-life dari Proklorperazin apabila digunakan secara oral?
4. Dimana Proklorperazin dimetabolisme?
5. Berapa protein binding dari Proklorperazin?

Kimia Medisinal

SIMVASTATIN

       Obat-obat golongan inhibitor HMG-KoA reduktase disebut juga sebagai golongan statin merupakan golongan antihiperlipidemia yang terbaru. Obat yang termasuk dalam golongan statin ialah lovastatin, pravastatin, simvastatin, dan fluvastatin. Fluvastatin diperoleh secara alamiah dari jamur, sedangkan penghambat HMG-KoA reduktase lain diperoleh dengan memodifikasi secara kimia fluvastatin. Lovastatin, simvastatin, pravastatin, dan fluvastatin adalah analog 3-hidroksi-3-metilglutarat, suatu prekursor kolesterol. Lovastatin dan simvastatin adalah suatu lakton yang setelah dihidrolisis akan menjadi obat aktif. Pravastatin dan fluvastatin terdapat dalam bentuk aktif.

       Obat-obat golongan statin ini bekerja sebagai inhibitor kompetitif enzim HMG-KoA reduktase yang reversibel. Karena aktivitasnya yang kuat terhadap enzim, semua statin ini efektif sebagai antihiperlipidemia dengan cara berkompetitif menempati reseptor HMG-KoA reduktase. HMG-KoA reduktase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk konversi HMG-KoA menjadi asam mevalonat yang merupakan tahap awal dalam jalur biosintesis kolesterol. Penghambatan biosintesis kolesterol hati oleh inhibitor HMG-KoA reduktase meningkatkan ekspresi reseptor LDL dalam mengikat partikel LDL dalam hepar dan mengeluarkannya dari sirkulasi. Jadi, efek obat ini ialah menurunkan sintesis kolesterol dalam sel hati dengan cara meningkatkan jumlah reseptor LDL sehingga katabolisme kolesterol semakin banyak terjadi, serta meningkatkan bersihan LDL plasma yang mengakibatkan penurunan kadar kolesterol LDL dan kolesterol total dalam darah. Obat golongan ini hanya sedikit mempengaruhi kadar TG darah sehingga digunakan terutama pada pasien hiperkolesterolemia, dan tidak efektif untuk hiperkolesterolemia familial homozigot, yang tidak terdapat reseptor LDL fungsional.

Sintesis Kolesterol Dalam Tubuh Manusia
       Efek samping utama ialah gangguan fungsi hati, fungsi ginjal dan miopati. Gangguan fungsi hati dapat terjadi karena proses sintesis kolesterol dalam sel hati akan diturunkan oleh simvastatin dan obat-obat statin lain dengan cara meningkatkan jumlah reseptor LDL serta meningkatkan bersihan LDL plasma. Lalu untuk gangguan fungsi ginjal sendiri dapat terjadi karena sebagian besar simvastatin dan obat-obat statin lain di ekskresikan melalui ginjal dalam bentuk urin. Sedangkan miopati dapat terjadi karena obat-obat statin termasuk simvastatin akan memberikan efek induksi apoptosis pada sel myosit dengan cara mengurangi isoprenoidnya.

Daftar Pustaka

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2, Jakarta, EGC.
Wortmann, R. L. 2005. Dose-Related Statin Myopathy: Is It An Issue?. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 72 (9): 751-754.

Pertanyaan

1. Apa itu LDL?
2. Apa itu TG?
3. Apa itu hiperkolesterolemia familial homozigot?
4. Apa itu miopati?
5. Diantara obat-obat statin adakah yang memiliki efek antihiperlipidemia yang paling baik?