IKATAN OBAT PADA RESEPTOR
Gaya Intermolekular
Molekul-molekul obat dilingkungan sekitar reseptor pada mulanya ditarik oleh gaya elektrostatik yang mempunyai kisaran relatif panjang. Selanjutnya, bila molekul mempunyai bentuk yang sesuai untuk menempati tempat ikatan pada reseptor, ikatan hidrogen dan gaya van der Waals segera mengikat obat pada reseptor. Antagonis ireversibel terikat pada reseptor dengan ikatan kovalen yang kuat.
Afinitas
Afinitas adalah ukuran seberapa kuat suatu obat berikatan dengan reseptornya. Afinitas ditandai dengan konstanta disosiasi keseimbangan (KD), yang merupakan rasio konstanta kecepatan untuk reaksi balik (K-1) dan reaksi maju (K+1) antara obat dan reseptor. Kebalikan dari KD disebut konstanta afinitas (KA), dan (pada keadaan tidak adanya simpanan reseptor) adalah konsentrasi obat yang menghasilkan 50% respons maksimum.
Antagonis
Sebagian besar antagonis adalah obat-obat yang berikatan dengan reseptor tetapi tidak mengaktivasinya. Antagonis bisa bersifat kompetitif atau ireversibel. Tipe lain antagonis jarang ditemukan.
Simpanan Reseptor
Pada beberapa jaringan (misalnya otot polos), antagonis ireversibel pada awalnya menggeser kurva log dosis-respon ke kanan tanpa mengurangi respons maksimum, menunjukkan bahwa respons maksimum dapat dicapai walaupun agonis tidak menempati semua reseptor. Reseptor yang berlebih kadang-kadang disebut reseptor "cadangan", namun istilah ini menyesatkan karena reseptor-reseptor ini mempunyai manfaat fungsional. Reseptor-reseptor ini meningkatkan sensitivitas maupun kecepatan sistem karena konsentrasi kompleks obat-reseptor (dan juga respon) tergantung pada produk konsentrasi agonis dan konsentrasi reseptor total.
Agonis Parsial
Agonis ini tidak dapat menimbulkan respon maksimal yang sama seperti agonis "penuh". Alasan untuk hal tersebut tidak diketahui. Ada pendapat yang menyatakan bahwa agonisme tergantung pada afinitas kompleks obat-reseptor terhadap molekul transduser. Agonis bawah menghasilkan suatu kompleks dengan afinitas tinggi terhadap transduser, sementara kompleks agonisparsial-reseptor mempunyai afinitas lebih rendah terhadap transduser sehingga tidak dapat menimbulkan respons penuh.
Efikasi Intrinsik
Efikasi merupakan kemampuan agonis untuk mengubah konformasi reseptor dengan cara yang dapat menimbulkan respons dalam sistem. Hal ini didefinisikan sebagai afinitas kompleks agonis-reseptor terhadap transduser.
Bioassay
Bioassay melibatkan penggunaan jaringan biologis untuk mendapatkan hubungan antara konsentrasi obat dengan respons fisiologis. Biasanya digunakan jaringan yang sudah diisolasi karena lebih mudah untuk memantau konsentrasi obat di sekitar jaringan dan respons refleks ditiadakan. Akan tetapi bioassay kadang-kadang melibatkan keseluruhan tubuh hewan, dan pada uji klinis digunakan prinsip-prinsip yang sama.
Binding Assay
Binding assay merupakan cara yang sederhana dan sangat mudah diterima. Fragmen-fragmen membran dari jaringan yang sudah dihomogenisasi, diinkubasi dengan obat yang sudah diberi label radioaktif (biasanya 3H) dan kemudian dipulihkan melalui filtrasi. Setelah koreksi untuk ikatan nonspesifik, obat berlebel 3H yang terikat pada reseptor dapat ditentukan dan dibuat perkiraan KA dan Bmaks (jumlah tempat ikatan). Binding assay digunakan secara luas untuk mempelajari reseptor obat namun memiliki kelemahan tidak dapat mengukur respons fungsional, dan seringkali obat yang diberi label radioaktif tidak berikatan dengan satu kelas reseptor tunggal.
Lokalisasi Reseptor
Distribusi reseptor, misalnya pada bagian otak, dapat dipelajari menggunakan autoradiografi. Pada manusia, obat-obat pengemisi positron kadang-kadang dapat digunakan untuk mendapatkan citra (pemindaian tomografi emisi positron [PET-Positron Emission Tomography] yang menunjukkan lokasi dan densitas reseptor, misalnya reseptor dopamin di otak.
Takifilaksis, Desensitisasi, Toleransi, dan Resistensi Obat
Suatu obat diberikan secara berulang, efek obat tersebut seringkali menurun seiring dengan waktu. Jika penurunan efek terjadi dengan cepat (dalam beberapa menit), hal ini disebut takifilaksis atau desensitisasi. Toleransi menunjukkan penurunan respons yang lebih lambat (dalam beberapa hari atau minggu). Resistensi obat merupakan istilah yang digunakan pada menghilangnya efek obat-obat kemoterapi putih, misalnya antimalaria. Toleransi dapat melibatkan peningkatan metabolisme obat, misalnya etanol, barbiturat, atau mekanisme homeostatik (biasanya tidak dimengerti) yang secara bertahap mengurangi efek suatu obat, misalnya morfin. Perubahan pada reseptor dapat menyebabkan desensitisasi, misalnya suksametonium. Suatu penurunan jumlah reseptor (regulasi menurun) dapat menyebabkan toleransi, misalnya insulin.
Daftar Pustaka
Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima, Jakarta, Erlangga.
Pertanyaan
1. Selain antagonis kompetitif dan ireversibel, masih terdapat antagonis tipe apa sajakah?
2. Bioassay dapat digunakan untuk memperkirakan apa sajakah?
3. Apa yang dimaksud dengan transduser?
4. Apakah yang dimaksud dengan gaya elektrostatik?
5. Mengapa penurunan jumlah reseptor dapat menyebabkan toleransi?